AKU
MENCINTAIMU SAAT KAU PERGI - CERPEN CINTA SEDIH
Kenapa
hidup ini sungguh tak bisa aku mengerti, sedikitpun tak kupahami. Yang seperti
kebanyakan orang akan keindahan pernikahan tapi tak berlaku buatku, janggal
sekali untukku menyambut hari dimana aku akan menjadi milik orang lain. Bukan
sebuah kebahagaian melainkan kehampaan. Teringat lagi akan janji dimasa lalu
tentang sebuah pernikahan indah, mengikat ikrar dalam bahtera rumah tangga,
namun semua itu pupus sudah. Sebentar lagi aku akan menjadi milik orang lain
bukan miliknya.
“selamat ya ibu indah, akhirnya
ibu punya mantu juga.”
“terima kasih jeng rahmi,
alhamdulillah yah..akhirnya si mentari menikah juga.”
Terdengar ucapan selamat dari
balik pintu kamarku, yang semakin membuatku tersayat pedih. Ibuku merasa
bahagia sekali karena akhirnya aku akan menikah dengan laki-laki pilihannya,
yang ibu bilang dia sangat cocok untukku dan pasti aku akan bahagia. Apakah itu
benar ibu???tapi mengapa saat ini perasaanku benar-benar sedih, jangankan untuk
bersanding dengannya, untuk mencoba mengenalnya saja aku sudah enggan. Entah
apa yang ada dibenakku, namun aku belum bisa melupakan seseorang itu, seseorang
yang berjanji akan menikahiku sepulang dari rantaunya. Maafkan aku cintaku,
bukan maksud hati untuk mengkhianatimu tapi perjodohan ini tak mungkin aku
tolak. Kedua orang tuaku dan orangtuanya ternyata sudah membuat kesepakatan
akan pernikahan ini sebelum kami berdua mengerti tentang pernikahan.
Sekali lagi aku belum bisa
memahami ini semua, bagaimana mungkin aku bisa hidup bersama dengan orang yang
tak ku cintai, bahkan bertemu saja tidak pernah. Pernikahan ini sungguh
mendadak mengingat kondisi bunda Risma orang tua Fariz yang sudah semakin
kritis, dan beliau menginginkan agar Fariz segera menikah denganku. Karena
keeratan hubungan keluargaku dan keluarganya membuat ayah dan ibuku menyetujui
pernikahan ini tanpa peduli dengan persetujuanku.
“mentari sayang, cepat keluar
acara akan segera dimulai”suara itu menyadarkanku dari lamunan panjang, segera
ku hapus airmata yang semoat menetes. Aku tak ingin ibu melihat aku terlihat
sedih di hari pernikahanku. Bagiku sekarang adalah kebahagiaan mereka, walau
hati ini terlalu perih menanggung luka akan terpisahnya cintaku dan cinta
satria, maafkan aku satria.
***
“Muhammad Yakup Al Fariz, saya
nikahkan engkau dengan Mentari shifa az zahra binti Muhammad zaenudin dengan
mahar seperangkat alat sholat dan uang sebesar seratus tiga puluh ribu, dibayar
tunai.” ucap kiai Fatir
“saya terima nikahnya Mentari
shifa az zahra dengan mahar tersebut dibayar tunai.” Fariz dengan mantap
mengucapkan ijab.
“bagaimana sah??” tanya kiai
Fatir kepada saksi dan semua orang
“sah” serempak menjawab.
“Barokallahu......” kiai Fatir
memanjatkan doa, gaungan suara amin pun menyeruak diseluruh ruangan.
Kebahagaian dan kelegaan terpancar dari raut-raut setiap orang yang menyaksikan
acara sakral itu.
Dan bagaimana dengan aku, detik
ini aku telah resmi menjadi seorang istri dari laki-laki yang tak pernah aku
kenal sebelumnya.
***
“ini mas Fariz kopinya,” ku
letakan kopi sebagai pelengkap sarapan pagi yang telah kusiapkan di meja makan.
“terima kasih dek.” ucap mas
fariz lembut.
Tak ada yang berubah dari
perasaanku, walaupun aku telah menikah dengan mas Fariz tapi rasa cinta ini
masih bersarang hanya untuk satria yang aku pun sendiri tak tau bagaimana
keadaannya sekarang.
Sebagai seorang istri aku berusaha
untuk menjadi istri yang baik, walau belum sepenuhnya aku bisa. Namun aku belum
bisa melaksanakan kewajibanku untuk memenuhi kebutuhan biologis mas fariz, tapi
dengan penuh kesabaran mas Fariz memahami itu. Setiap malam kami tidur
terpisah, sebagai seorang laki-laki mas Fariz tentu tidak ingin melihat seorang
wanita tidur diluar kamar, maka dengan pengertiannya itu mas Fariz yang
mengalah untuk tidur di sofa, kecuali pada saat-saat tertentu saja saat ibuku
berkunjung dan menginap dirumah, tapi itupun mas fariz tetap tidur dibawah
bukan satu ranjang denganku.
Aku tau itu sangat salah,sebagai
seorang istri aku tidak berhak bersikap seperti itu, pernah satu kali aku coba
tepiskan perasaanku dan berfikir realitis bahwa sekarang aku telah menjadi
milik mas Fariz. Saat itu aku siap untuk melayaninya, sengaja aku suruh maz
fariz untuk tidur bersamaku dan mengijinkannya untuk melaksanakan kewajiban
sebagai suami istri. Dengan perasaan yang tak menentu ku coba tenang, saat mas
Fariz mendekat, ku coba untuk tersenyum walaupun itu selintas. Sungguh aku tak
kuasa menahan matanya yang tajam, saat itu ingin rasanya aku menangis, airmata
ini sungguh sudah meleleh mengingat satria, namun segera ku tahan.
Dengan tatapannya yang lembut mas fariz
menatapku, digenggamnya tanganku. Entah apa yang dia fikirkan saat itu, namun
dia terlihat tersenyum manis. Tangannya yang tadi menggengam tanganku kini
berganti meraih wajahku, diraihnya wajahku dan tiba-tiba dia mencium keningku
seraya mengucapkan selamat malam, setelah itu dia beranjak pergi ketempat biasa
dia tidur.
Aku tak tau harus berbuat apa,
sesaat setelah mas Fariz keluar airmata ini langsung tumpah. Entah apa yang aku
rasa, bahagiakah aku atau sedih. Namun aku merasa sedikit lega.
***
Pernikahanku dengan maz Fariz
berjalan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran maupun perselisihan walaupun
keadaannya kami belum bisa melaksanakan kewajiban sebagai suami istri yang
sebenarnya.
Entah terbuat dari apa hati mas fariz itu, hingga hatinya sangatlah
lembut. Perhatian-perhatian yang dia curahkan padaku tak pernah ada habisnya.
Kelembutan sikap serta santun tutur katanya mengisyaratkan kesabaran yang
sungguh luar biasa, apalagi menghadapi sikapku. Dia tak pernah mengeluh padaku,
dia tak pernah marah sekalipun kadang aku melakukan kesalahan. Dia selalu
memberiku nasihat dengan sikap lembutnya yang tidak membuatku tersinggung. Tapi
kenapa hatiku belum bisa menerima kehadiran mas Fariz di kehidupanku, kenapa
aku belum bisa mencintainya. maafkan aku mas Fariz.
***
Ku gelar sajadah panjang,
sepertiga malam bagi orang-orang yang merindukan kedekatan dengan Sang
Maharaja. Di sepertiga malam itu pun ku panjatkan doa, ku haturkan dzikir serta
ku curahkan segala perasaanku. Tak terasa ada rembesan air yang keluar dari
kelopak mataku mengingat akan kekhilafanku. Kalam – kalam illahi mengantarkanku
hingga menjelang shubuh. Dan kulanjutkan dengan sholat shubuh.
Mentari di ufuk timur telah
memacarkan rona kemerahannya, kicau burung mengantarkan angin kesejukan untuk
insan manusia di dunia ini. Secercah harapan dan doa yang hanya Tuhan dan aku
yang tau, berharap semua kan terwujud.
***
Mataku tertuju pada sesuatu yang janggal,
merasa aneh dengan keadaan kamarku. Ada benda-benda yang tak mungkin bisa
sendirinya ada di sini. Kulihat sekeliling kamar, begitu semua ada perubahan.
Warna-warni bunga bertaburan di ranjangku, ada mawar putih yang membentuk hati
di sekitar taburan mawar merah. Sungguh indah, bahkan sangat indah dan
menakjubkan. Di sisi lain terpajang sketsa wajahku yang dibubuhi nama kecilku
“RiRi”. Siapa yang melakukan ini, siapa yang membuat keajaiban ini. Sungguh
luar biasa, tak pernah sekalipun kubayangkan tentang moment seperti ini.
Mungkinkah mas Fariz...?????? Tapi dia bilang dia sedang ada rapat dan mungkin
akan pulang terlambat hingga malam nanti, lalu siapa yang telah mempersiapkan
ini.
Di tengah –tengah hati buatan
dari mawar putih itu tegeletak secarik kertas berwarna pink, entah kertas apa
itu. Karena penasaran aku segera mengambilnya dan kubaca. Hanya satu kalimat
yang aku belum tau apa maksudnya. Hanya tertulis sebuah kalimat “ pergi ke
kebun belakang, aku menunggumu” secarik kertas itu lalu kutinggalkan.
Subhanallah, kejutan apalagi
ini. Cahaya lilin menghiasi rentetan jalan yang menuju pada satu titik. Mas
Fariz dengan seikat bunga mawar merah menungguku di meja yang dihiasi lilin
indah...sungguh kejutan yang membuatku tak bisa berkata-kata, hanya ulasan
senyum yang selalu berkembang di bibirku ini. Perlahan kutelusuri jalan setapak
yang indah ini.
“happy brithday dek, selamat
ulang tahun mentari.” seikat bunga itu pun dipersembahkan mas Fariz padaku
seraya menyilahkan aku duduk.
Kini aku hanya berdua dengan mas
Fariz, ditemani temaram cahaya lilin dan sinar bulan. Perasaanku menjadi tak
menentu, sebuah kebahagiaan yang baru kutemukan setelah sekian lama aku
merindukannya. Ada secercah cahaya hangat yang menerobos masuk dalam relung
hatiku saat kutatap wajah mas Fariz. Rasa apakah ini, setelah bertahun-tahun
tak pernah ku rasakan lagi.
“gimana dek, kamu senang dengan
ini. Mas sengaja buat ini untuk hadiah ulang tahunmu. Maaf mas belum bisa
memberikan yang lebih dari ini.”mas fariz menggenggam tanganku dan mengecup
punggung tanganku.
Setetes embun yang keluar dari
mataku pun jatuh perlahan, dengan senyum yang masih berkembang ku ucapkan
terimakasih.” Terima kasih mas, ini hadiah terindah yang pernah adek dapat. Dan
ini sudah lebih dari apa pun. Terima kasih mas.”
Malam ini adalah malam terindah
yang pernah aku rasa, kebahagiaan yang dulu sempat hilang kini hadir kembali,
dan perasaan itu ada yang berubah. Mungkinkah ini jawaban atas doa-doaku.
Amien..semoga saja...!!!
Kini hari-hariku terasa lain,
sejak kejutan malam itu aku merasakan sesuatu yang lain pada diriku, apalagi
saat aku berhadapan dengan mas Fariz. Dulu biasa saja saat aku melihat matanya,
tapi kini sungguh lain. Hatiku berdebar-debar saat mas menggenggam tanganku,
aku juga merasa grogi saat berhadapan langsung dengan mas Fariz. Kenapa ini ???
Ada apa denganku, mungkinkah aku jatuh cinta......????
Tak tau pasti apa yang aku
rasakan terhadap mas Fariz, namun yang pasti rasaku sudah tak seperti dulu
lagi. Tak acuh lagi saat dia sibuk dengan kegiatannya, sangat
mengkhawatirkannya saat dia pulang terlambat. Dan selalu menyiapkan apa yang
mas Fariz butuhkan. Semua itu ku lakukan dengan senang hati, tak ada rasa beban
lagi. Dan sejak malam itu, aku dan mas Fariz sudah melunasi kewajiban sebagai
suami istri. Mungkinkah ini kebahagiaan menikah seperti yang kebanyakan orang
katakan. Entahlah, tapi saat ini aku merasa begitu sangat bahagia dan nyaman.
***
Hari ini ulang tahun mas Fariz,
dan aku akan memberikan kejutan yang luar biasa. Hadiah ini pasti akan membuat
mas fariz bahagia. Karena hadiah ini adalah anugerah yang Allah berikan. Tiga
bulan sudah usia kehamilanku, sengaja tak ku beritahu maz Fariz karena aku
ingin memberikan kejutan pada hari ulang tahunnya. Buah cinta yang kami
dambakan, setelah ku bisa mencintai mas Fariz dengan segenap hati. Ketulusan
dan kesabaran mas Fariz telah merubah segalanya. Cintanya kini mengisi relung
hatiku, penuh dengan untaian doa kebahagiaan.
Semua pernak-pernik dan tetek
bengek untuk mempersiapkan kejutan ulang tahun mas Fariz sudah ku siapkan,
sempurna semuanya perfect. Pasti mas fariz akan terkejut dan bahagia sekali
saat melihat bukti test kehamilanku di kantung baju tidurnya. Setelah
sebelumnya ku persiapkan kejutan lainnya, makan malam dengan masakan spesial
kesukaan mas Fariz yang kini telah terhidang rapi di meja makan.
Tak sabar aku menunggu
kedatangan mas Fariz, sudah ku tanya dia kapan akan pulang dari kantor dan dia
bilang sebentar lagi. Jantungku berdetak lebih kencang, menunggu kedatangan
sang pujaan hati tiba.
Namun selang sejam dari kabar
yang dia beritahukan mas Fariz tak kunjung datang. Timbul perasaan was-was
takut terjadi apa-apa. Tanpa berfikir panjang langsung kuraih ponsel yang ada
di sakuku dan ku hubungi mas Fariz.
“assalamualaikum mas Fariz.”
suaraku menyapa mas Fariz
“Waalaikum salam dek, “
terderang suara mas Fariz di seberang sana.
“mas kenapa sampai malam gini
mas belum juga pulang” tanyaku merasa khawatir.
“maaf dek, tapi mas ada tugas
tambahan dari bos dan belum sempat mengabari adek. Maaf ya dek. Hmm mungkin
sebentar lagi pekerjaan ini selesai dan mas bisa pulang. Maaf ya dek sudah
mengkhawatirkan adek.” lembut suara mas fariz menentramkanku, membuatku tenang
akan keadaan mas Fariz. Rupanya pekerjaan yang membuatnya terhambat pulang dari
kantor, semoga dia baik-baik saja.
“oh ya sudah mas, adek kira mas
kenapa-kenapa. Adek sempat khwatir banget sama mas. Tapi sekarang adek sudah
bisa lega tau mas baik-baik saja. Ya sudah kalau gitu, selamat bekerja,
hati-hati dan cepat pulang ada sesuatu yang ingin adek berikan. Assalamualaikum
mas”kataku mengakhiri pembicaraan
“waalaikum salam, jaga diri adek
baik-baik” suara mas fariz menutup telepon.
Terdengar sedikit aneh, tak biasa-biasanya
mas fariz berbicara sedatar itu. Seperti tak ada gairah. Sempat berfikir aneh,
tapi segera kusingkirkan fikiran itu karena aku tak ingin merusak suasana dan
aku sebagai seorang istri harus bisa berprasangka baik terhadap suaminya.
***
“hallo bisa bicara dengan ibu
mentari.” suara di seberang telpon itu membuatku penasaran.
“iya benar, saya mentari. Ada
apa ya pa...???? dan kenapa” tanyaku pada penelpon yang tidak ku kenal itu.
“cepat segera ibu ke rumah sakit
Medica, pa Fariz mengalami kecelakaan.”
Deg. kenapa ini. Benarkah apa
yang sudah aku dengar tadi. Mas Fariz, ada apakah engkau, kenapa engkau hingga
seseorang mengabarkanku mas sudah di rumah sakit. Baru satu jam tadi kau
berbicara padaku, berjanji akan segera pulang setelah pekerjaan itu selesai.
Tapi kenapa sekarang aku yang harus menjemputmu, dan itu di rumah sakit... ada
apa denganmu mas.
***
Kamar ICU itu terlihat lengah,
senyap tak ada suara walau aku liat ada banyak orang di situ. Dan kenapa semua
orang menatapku pilu, ada apa denganku. Salah satu rekan kerja mas Fariz yang
kebetulan perempuan langsung memelukku erat, menangis di pelukkanku. Aku
sungguh tak tau ada apa ini. Dengan suara yang masih terisak perempuan ini
berbicara lirih. “ yang sabar ya mba mentari, mba harus bisa menerima ini
semua.” Keadaan ini membuatku semakin tidak mengerti, sebenarnya ada apa.
“ada apa ini.” tanyaku datar
pada semua orang yang ada di situ. Ku tau perasaanku kini sudah tak menentu
lagi. Namun semua hanya terdiam tak ada yang berani menatapku, semua hanya
larut dalam kediamannya itu. “ada apa ini, cepat katakan”tanyaku sekali lagi
dengan nada agak keras.
“ada apa dengan mas Fariz,
kenapa mas Fariz. Kenapa semua diam. Cepat katakan.” ku goyang-goyangkan kerah
baju lelaki yang ku tau adalah rekan kerja mas fariz, namun sekali lagi lelaki
itu hanya diam saja. “ hei...ada apa...kalian itu tuli ya...kenapa semua diam”aku
semakin tak karuan, berteriak-teriak bertanya pada semua orang yang membisu
terpatung. Dan lagi-lagi perempuan itu memelukku. ”sabar mba, coba tenang”
diucapnya lirih.
Seketika itu aku lihat seorang
perawat keluar dari ruangan ICU dengan mendorong ranjang yang di atasnya
terdapat sosok manusia tergeletak dengan tertutup selimut putih. Tepat di
hadapanku, selimut itu tersingkap seolah ingin memberitahukan siapa yang sedang
diselimutinya. Terlihat wajah teduh, dengan raut ketenangan tertutup matanya.
Masih terukir jelas senyum di bibirnya. Akupun mendekati sosok manusia itu.
“siapa ini pa...kenapa mirip
sekali dengan suamiku. Kenapa dengannya. ”tanyaku dengan polos, walaupun
setetes airmata tlah mulai tumpah.
Perawat itu hanya bisa diam,
namun perempuan tadi membisikiku lirih, “ itu mas Fariz mba. Dia telah tiada.
Mba harus tabah ya...” aku hanya terdiam, dan kupandangi lagi lekat sosok
lelaki itu. Semakin lekat hingga tumpahlah sudah airmata yang sedari tadi aku
tahan. Sosok itu, terlihat teduh dengan senyuman yang menghiasi wajahnya adalah
suamiku, mas fariz yang kata perempuan tadi telah tiada.
Ya Allah, kenapa ini...apa
maksud ini semua. Seolah tak percaya aku peluk mas Fariz, kuciumi keningnya
berharap dia bangun kembali. Tapi semakin ku peluk sosok itu hanya terdiam
membisu. Ya Allah...suamiku tercinta..ada apa ini mas...mas fariz...kenapa
engkau pergi begitu cepat, kenapa engkau meninggalkanku dan buah cintamu tanpa
kau tau sebelumnya. Kenapa mas.
Bulir-bulir airmata ini terus
tumpah menyeruak membahasi wajahku, aku tak berdaya. Tubuhku terasa begitu
lemas, ingin rasanya aku berteriak, tapi aku begitu lemah. Untuk berkata saja
aku sudah tak sanggup lagi.
Hari ini kusaksikan kejutan lagi
yang kau buat untukku, tapi bukan kejutan yang buatku bahagia seperti dulu lagi
melainkan kesedihan yang mendalam kau tinggalkan.
***
Kecelakaan tragis yang membuat
nyawamu tak bisa tertolong, membuatmu terpisah jauh denganku. Bagaimana bisa
semua ini terjadi begitu cepat, padahal sebelumnya aku sempat berbicara
denganmu. Kejutan ini, yang seharusnya kau tau tak sempat kuberikan. Buah cinta
yanng kini ada dikandunganku semakin membesar, sama seperti perasaan rinduku terhapadmu
yang semakin besar. Mas Fariz, kamu hadir saat ku tak punya cinta, tapi mengapa
kau pergi saat ku mencintaimu. Selamat jalan Mas Fariz...hati ini akan selalu
untukmu...dan akan kujaga buah cinta ini hingga kelak dia tau bahwa dia punya
sosok seorang ayah yang sangat ibu cintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar